Thursday, January 26, 2017

Produksi Minyak Mentah Pirolisa Biomassa (MMPB) atau Bio-Crude Oil (BCO)



Yazid Bindar1, Pandit Hernowo1, CB. Rasrendra1, Anton Irawan2, Adiarso3, Samuel Patisenda3, dan
Joni Prasetyo3
1Prodi  Teknik Kimia dan Prodi Teknik Bioenergi dan Kemurgi
Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, Bandung
2Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Tirtayasa, Serang
3PTSEIK BPPT, Jakarta


Makalah ini dipresentasikan pada Seminar Appropriate Technology for Biomass Derived Fuel Production, BPPT, Rabu 17 Februari 2016, Ruang Komisi Utama, BPPT 2nd Building 3rd Floor, Jl.Thamrin No.8, Jakarta



1   Pendahuluan


Bahan bakar fosil tidak dapat dihindari dalam jangka waktu ke depan berkurang terus dan akhirnya habis. Dr. M. King Hubbert seorang ahli geologi terkemuka dunia dalam estimasi dan prediksi pola penemuan dan penurunan cadangan minyak bumi tahun 1949 menulis perkiraannya bahwa era energi fossil hanya berlangsung dalam waktu pendek,  Hubbert (1949). Prediksi Hubbert (1956) terhadap produksi puncak minyak Amerika dicapai tahun 1970 dan kemudian produksi itu menurun terus terbukti akurat. Perkiraan Hubbert ini membuka pola pikir baru tentang keterbatasan energi fosil ini.  Peneliti-peneliti berikutnya yang meneruskan metoda perkiraan Hubbert tentang fenomena puncak produksi energi fossil disarikan oleh Hughes dan Rudolph (2011).  Mereka antara lain adalah Esso (1972), Erlich dkk (1977), Shell (1979), World Bank (1981), Meadows (1992), Ivanhoe (1996), Laherrere (1997), Bartlett (2000),  Deffeyes (2003), Bakhtiari (2003), Deffeyes (2005) dan IEA:WEO (2007). Semua kecuali IEA:WEO memperkirakan terjadi produksi puncak pada tahun-tahun yang berbeda dalam rentang tahun 1996 – 2060. Hughes dan Rudolph (2011) menyimpulkan bahwa  masyarakat harus disiapkan untuk menerima kondisi dunia dengan bahan bakar fossil yang sedikit dan habis. 

Bahan bakar bakar fossil telah memberikan kenyamanan hidup manusia dengan tingkat yang tinggi untuk setiap sekmen kehidupan. Pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana model kehidupan ke depan dengan kesedikitan dan bahkan ketidakadaan  bahan bakar fosil ini? Hidup dari generasi ke generasi harus tetap berjalan. Bahan bakar wujud minyak tidak tergantikan terutama untuk bahan bakar transportasi. Jadi solusi apa yang harus diformulasikan oleh para ilmuwan?.  Solusi yang tersedia adalah minyak bakar  nabati. Pertanyaan berikutnya adalah minyak bakar nabati dari sumber yang mana?. Pertanyaan lain yang akan muncul adalah apakah jumlahnya cukup untuk mendukung  kehidupan dunia seperti sekarang?

Produk minyak bakar nabati mungkin  dimengerti berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Minyak adalah bahan bakar dalam wujud cair. Minyak nabati kemudian digunakan untuk pengidentifikasian bahan bakar minyak yang berasal sumber daya nabati. Sumber daya nabati dalah hal ini adalah biomassa. Biomassa difermentasi lanjut untuk menghasilkan etanol. Etanol ini digolongkan pada bio-etanol. Bila bio-etanol yang berwujud cair ini digunakan sebagai bahan bakar, maka bio-etanol  digolongkan sebagai minyak bakar nabati.  




Minyak sawit  dihasilkan dari perasan  buah sawit. Minyak ini diproses menjadi Metil Ester. Metil ester memiliki karateristik minyak diesel. Ini disebut kemudian dengan nama bio-diesel.  Bio-diesel digolongkan sebagai minyak bakar nabati. Bio-diesel ini diproduksi tidak saja dari minyak sawit tetapi juga dari minyak-minyak yang sudah tersedia dalam biomassa seperti minyak kelapa, minyak jarak dan lainnya.


Biomassa padat dapat diolah secara termal tanpa keberadaan oksigen. Biomassa akan terdekomposisi menjadi produk gas, produk cair dan produk padat. Produk cair yang terjadi juga merupakan bahan bakar. Produk cair ini secara kimia tersusun oleh unsur-unsur utama  karbon C,  oksigen O dan  hidrogen H.  Berdasarkan unsur-unsur pembentuknya ini, maka produk cair di atas diistilahkan sebagai senyawa-senyawa hidro oksi karbon (HOC).  Produk cair bahan bakar dari dekomposisi biomassa  di atas dikenalkan dengan nama minyak mentah pirolisa biomassa (MMPB) atau bio-crude oil (BCO).  Minyak bakar nabati lainnya diproduksi dari lipid yang terkandung dalam alga mikro. 

Masing-masing minyak nabati mempunyai keunggulan dan kelemahan. Perhatian makalah ini adalah minyak mentah nabati yang diproduksi dengan teknik dekomposisi termal biomassa tanpa keberadaan oksigen. Proses konversi dikenal dengan nama proses pirolisa. Minyak inilah yang dinamakan sebagai minyak mentah pirolisa biomassa (MMPB atau BCO). 

Perhatian dunia terhadap minyak pirolisa biomassa ini makin meningkat. Kajian tinjuan ulang tentang produksi MMPB dan pemrosesan lanjutnya disampaikan secara komprehensif oleh Bridgwater (2012). Kajiannya  mengacu kepada 196 makalah ilmiah. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa pirolisa cepat dilaksanakan untuk memperoleh konversi tinggi akan MMPB dengan kualitas baik. Disamping ini, potensi MMPB mendapat pengakuan yang terus meningkat dengan penelitian-penelitian tentang ini dipublikasikan. Pengolahan lanjut melalui pengilangan MMPB juga sedang dikembangkan oleh para peneliti. Berita gembira tentang minyak pirolisa biomassa diwujudkan  dengan cara penelitian yang terarah untuk menghasilkan produk bernilai ekonomis. 

Kajian tinjauan ulang berikutnya tentang produksi MMPB dan proses lanjutnya diberikan oleh Shiu dan Shahbazi (2012). Kajian ini melibatkan 87 makalah yang ditinjau. Beberapa kesimpulan dituliskan  dalam kajian tersebut sebagai tantangan penelitian ke depan. Pertama adalah dalam hal peningkatan laju produksi dan efisiensi energi dalam produksi MMPB untuk diteliti terus  yang terkait dengan efek parameter operasi terhadap tingkat konversi dan kualitas MMPB. Kedua yaitu dalam hal model mekanisme reaksi dan kinetikanya yang perlu diformulasikan secara tepat dan akurat. Tantangan lain yaitu dalam hal pengembangan teknologi produksi MMPB dan proses lanjutnya. Beberapa permasalahan tentang kualitas minyak pirolisa biomassa dalam hal  kualitas yang belum baik dan biaya yang masih tinggi untuk proses peningkatan kualitasnya. 

Kajian yang mirip dengan dua kajian tinjauan ulang di atas dipublikasikan oleh Isahak dkk (2012). Kajian ini meninjau 191 makalah terpublikasi. Kajian ini menegaskan bahwa minyak pirolisa biomassa merupakan komoditas masa depan yang akan menggantikan bahan bakar berbasis minyak bumi. Satu permasalahan yang dikemukakan adalah penelitian produksi MMPB skala  besar masih sangat terbatas. Kebanyakan peneliti melakukan penelitian produksi MMPB  pada skala laboratorium. Permasalahan lain dalam hal rendahnya perhatian terhadap karakterisasi produk MMPB.  Rancangan dan konstruksi reaktor pirolisa belum diinformasikan secara lengkap dan jelas.  Pengaruh bahan baku dan perlakukan awalnya belum banyak dipertimbangkan oleh para peneliti. Banyak hal-hal yang terbuka untuk penelitian masa depan tentang produksi MMPB.

Indonesia memiliki kekayaan besar terhadap biomassa. Maka perhatian kepada produksi minyak pirolisa biomassa perlu diwujudkan dalam bentuk langkah kongkrit. Biomassa ini dikonversi dengan proses pirolisa untuk menghasilkan MMPB. Makalah ini ditulis untuk memberikan bekal dan informasi kepada para peneliti untuk dapat meneliti produksi MMPB dan proses lanjut sebagai kekuatan Indonesia di masa depan dalam hal penopangan terhadap energi minyak yang selalu dibutuhkan dengan kelangkaan energi minyak fosil di masa depan. 



Proses dan Teknologi Pirolisa Biomassa Produksi Minyak Mentah Pirolisa  

2.1 Kinerja Proses dan Parameter Operasi

Biomassa terdiri dari komponen hemisellulosa, sellulosa dan lignin. Bila biomassa ini dipanaskan pada temperatur di atas 250 0C tanpa keberadaan oksigen, biomassa akan mengalami proses dekomposisi termal. Bila produk dekomposisi termal ini didinginkan sampai temperatur ruang,  produk yang terbentuk ada yang berwujud gas, cair dan padat. Produk wujud cair dikenalkan namanya sebagai minyak mentah pirolisa biomassa (MMPB) atau bio-crude oil (BCO) dan produk padatnya diberi nama sebagai arang nabati (bio-char).  Diagram proses produksi MMPB ini digambarkan pada Gambar 1. 

Proses produksi MMPB ditempuh secara proses partaian (batch), semi kontinu  atau proses kontinu. Kinerja proses produksi  dikuantifikasi oleh laju produksinya  m ̇MMNP  (kg/h) , tingkat konversi massa ke MMPBMMNP   (kg/kg) ,   komposisi senyawa i dalam MMPB %yi,MMNP  dan perbandingan laju produksi MMPB dengan laju konsumsi bahan bakar RPE (kg/kg).  Kinerja proses ini dipengaruhi oleh parameter operasi. Parameter operasi itu antara lain tipe biomassa (NCT), kandungan hemisellulosa yHem , sellulosa ySel dan lignin yLig biomassa, ukuran dan geometri biomassa db, temperatur pirolisa TP, waktu tinggal gas τPg , waktu tinggal padatan τPs dalam tungku pirolisa, ukuran dan geometri tungku pirolisa D,  kemampatan biomassa dalam tungku pirolisa εP dan laju pemanasan dalam tungku β=∂T/∂t).

Ketergantungan kinerja proses produksi MMPB dengan parameter operasi dinyatakan dalam hubungan umum berikut



Gambar 1 Diagram proses produksi MMPB


 
Berdasarkan tingkat temperatur pirolisa TP, laju pemanasan , waktu tinggal gas τPg dalam tungku pirolisa dan waktu tinggal padatan τPs dalam tungku pirolisa,  proses pirolisa dikategorikan sebagai pirolisa cepat (fast), pirolisa sedang (intermediate), pirolisa karbonisasi lambat (slow carbonization) dan pirolisa torrefaksi lambat (slow torrefaction). Bridgwater (2009) mengkuantifikasi masing-masing kategori pirolisa di atas berdasarkan nilai parameter ketiga parameter di atas seperti pada Tabel 1. 

Tabel 1 Kategori proses pirolisa, Bridgwater (2009)

 









Temperatur pirolisa berpengatuh terhadap %konversi MMPB perolehan MMPB.  Ada fenomena temperatur optimum yang memberikan %konversi MMPB maksimum. Percobaan dalam laporan IEA (2006) menunjukkan temperatur optimum pirolisa terjada pada 490 oC dengan %konversi MMPB maksimum sebesar 70%.

Kinerja energi yang diperoleh dapat dirumuskan dari perbandingan jumlah energi yang diperoleh dari produk MMPB dengan total energi yang di bawa oleh bahan baku biomassa dan biomassa yang dibakar.  Perbandingan ini disebut sebagai efisiensi energi perolehan.  Kajian dari Stals dkk (2010) untuk pirolisa cepat, efisiensi energi perolehan berada pada angka 35 – 39 %. 

                    

2.2         Teknologi Tungku Pirolisa


Ada beberapa prinsip perancangan tungku pirolisa biomassa yang harus dipenuhi. Tungku pirolisa harus menggunakan energi biomassa itu sendiri untuk keperluan energi termal tanpa melibatkan energi dari bahan bakar fosil. Proses pemanasan harus seefisien mungkin dengan penggunakann bahan bakar biomassanya. Penggunaan air harus berhati-hati untuk tidak kontak langsung dengan produk MMPB. Produk gas harus dibakar kembali dalam ruang bakar tungku pirolisa untuk tidak mencemari lingkungan. Rancangan harus fleksibel untuk berbagai bahan baku biomassa. Produk arang nabati sebaiknya dikembalikan ke tanah untuk menjaga rasio karbon dalam tanah untuk kesuburan tanah.  

2.2.1        Tungku pirolisa unggun diam

Tungku pirolisa unggun diam terdiri dari unggun biomasa yang ditempatkan dalam tungku pada kondisi diam. Biomassa dengan ukuran yang sudah dikecilkan dalam ruang pirolisa akan mendapatkan pasokan panas dari luar. Panas ini digunakan untuk melangsungkan proses pirolisa biomassa menjadi produk gas dan padatan sisa. Produk gas keluar dari ruang pirolisa didinginkan untuk mengkondensasi produk pirolisa menjadi produk cair yang disebut sebagai MMPB di atas. Konsep teknologi tungku pirolisa unggun diam ini diberikan pada Gambar 2.

Teknologi tungku pirolisa  unggun adalah teknologi yang paling sederhana, handal dan terbukti mampu menangani biomassa beragama biomassa. Padatan diumpankan dari atas dan menumpuk dalam ruang pirolisa sampai ketinggian tertentu. Operasi tungku ini dapat berlangsung secara kontinu atau partaian (batch). Pola penyampaian panas ke ruang pirolisa juga beragam. Untuk tujuan produksi MMPB, panas dipasok dari ruang terpisah dengan teknik perpindahan panas tidak langsung. 




 








2.2.2        Tungku pirolisa unggun terfluidakan


Tungku pirolisa unggun terfluidakan memiliki ruang pirolisa dan ruang pemanasan fluida penggerak unggun biomassa yang dipirolisa. Ruang pemanasan fluida penggerak bisa diwujudkan dengan gas bakar hasil pembakaran biomassa pada kondisi bertekanan. Ruang pirolisa diisi juga dengan pasir untuk penahan dan pendistribusian panas. Biomassa terfluidakan dalam ruang pirolisa akan mengalami proses pirolisa menghasilkan gas panas dan arang biomassa. Tungku banyak digunakan untuk pirolisa cepat. Sistem tungku pirolisa unggun terfluidakan digambarkan pada Gambar 3.

Tungku pirolisa unggun terfluidakan memiliki kelebihan dalam hal  perpindahan panas yang cepat, pengendalian reaksi kimia lebih mudah dan waktu tinggal uap cepat, luas permukaan kontak besar dan kecepatan relatif yang tinggi.




















2.2.3        Tungku selinder pirolisa putar

Tungku pirolisa putar pemanasan tidak langsung dikenal dengan nama selinder putar atau rotary drum. Operasinya berlangsung kontinu. Tipe ini umumnya digunakan untuk produksi arang. Walaupun demikian, rotary drum dapat digunakan untuk produksi minyak mentah nabati.  Sistem selinder putar ini digambar pada Gambar 4. Biomassa yang dipirolisa diumpankann ke dalam selinder yang berputar. Biomassa sebagian digunakan sebagai bahan bakar dalam ruang bakar untuk pemanasan selinder secara tidak langsung. 










2.2.5        Tungku pirolisa lain-lain

Banyak teknologi tungku pirolisa yang dikembangkan oleh para peneliti. Tungku pirolisa itu antara lain tungku pirolisa vortek, tungku pirolisa cakram putar, tungku pirolisa vakum, tungku pirolisa kerucut putar, tungku pirolisa auger,  tungku pirolisa plasma dan tungku pirolisa mikrowave. Prinsip kerja dan geometri tunggku-tungka  diulas secara ringkas oleh Jahirul dkk (2012). Kesemua tungku pirolisa ini lebih banyak digunakan pada tingkat laboratorium. Untuk skala yang lebih besar, tungku-tungku yang dimaksud belum digunakan.



3      Karakteristik Minyak Mentah Pirolisa Biomassa

3.1   Sifat fisik, kimia dan termal

MMPB   terdiri dari sekitar 300 hingga 400 senyawa, Evan dan Milne (2007). Selama penyimpanan, MMPB mengalami perubahan viskositas  menjadi lebih kental karena perubahan kimia dan fisik yang diiringi oleh volatil yang hilang akibat selama penyimpanan. Efek ini terjadi lebih cepat pada suhu lebih tinggi suhu dan  dikurangi jika MMPB disimpan di tempat yang dingin.

Produk MMPB yang diinginkan adalah produk yang memiliki kestabilan dalam sifat kimia dan sifat fisik seperti viskositas. MMPB dengan sifat yang stabil ditandai oleh MMPB dengan senyawa-senyawa berat molekul rendah. Senyawa-senyawa dalam MMPB dengan berat molekul tinggi berasal dari hasil pirolisa lignin, Fahmi dkk (2007).  

Sifat penting dari MMPB adalah sifat tidak melarut dengan minyak fosil. Bila MMPB dan minyak fosil dicampurkan, maka ini akan menghasilkan dua fasa cair yang saling terpisah. Disamping ini, arang halus yang ada dalam MMPB juga menimbulkan permasalahan dalam kestabilan dan penggunaannya. Langkah yang harus ditempuh adalah perlakukan pemisahan padatan halus ini dalam MMPB. 

Sifat fisik dan kimia MMPB yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh jenis biomassa yang digunakan. Perbanding sifat fisik untuk beberapa MMPB yang berasal dari biomassa direkapitulasi oleh Jahirul dkk. (2012) dari hasil beberapa peneliti. Perbandingan itu seperti ditunjukkan oleh Tabel 2. 

Tabel 2 Perbandingan sifat fisik dan termal MMPB dengan minyak diesel fosil, Jahirul dkk (2012)




 






Pirolisa lambat pada temperatur 450 oC dalam tungku pirolisa unggun diam skala laboratorium untuk biomassa tongkol jagung dilaporkan oleh Ogunjobi dan Lajide (2013).  Hasilnya memberikan %konversi MMPB 42,6 % dan  %konversi arang nabatinya sebesar 33,3 %. Sifat fisik dari produk MMPB ini memiliki densiti 1.1 g/cm3 dan viskositas pada temperatur 50 oC pada tingkat 41,2 cSt. Kandungan abu MMPB dinyatakan sebesar 0.12%.  MMPB mereka bertahan stabil pada waktu 10 bulan dengan pH=5.   


Komposisi produk MMPB di atas di atas yang dianalisa dengan GC-MS terdiri dari 25,5%  4-Etil fenol; 15,2%  Fenol; 11,4 o-Guaiacol; 5.8 % 1-15 Pentadecanediol; 5,1% 3-Methyl-1, 2-cyclopentanedione; 4,7 % o-Cresol; 4% 2-Methoxy-4-ethenyl phenol; 3.6 % 2-Methyl-2-cyclopentenone; 3,2% 4-Ethyl cyclohexanone;  3,1% 2, 6-Dimethoxy phenol (Syringol); 2,5% 2-Methoxy-4-methyl phenol; 2%  3, 5-Di-tert-butyl phenol; 1% 2, 3-Dihydro benzofuran dan komponen lainnya di bawah 1% (Methoxy eugenol dan 10-Octadecenoic acid methyl ester). 

Hasil lain pirolisa jerami dalam tungku pirolisa unggun terfluidakan dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 61,6 cm dipublikasikan oleh Park dkk (2004). MMPB dihasilkan pada temperatur pirolisa 598 oC. Sifat fisik MMPB ini memiliki densiti 1 gr/cm3, pH=4, temperatur flash  pada 69 oC, temperatur tuang  pada -10 oC , viskositas 50 oC pada 71 cSt, kandungan abu pada 0,007% dan kandungan padatatan pada 0,03%.

Produk MMPB yang dihasilkan dari pirolisa tandan kosong sawit dan serat dilaporkan oleh Khor dkk (2009). Metoda produksi MMPB ini menggunakan unggun diam berupa sebuah selinder dengan kapasitas 100 kg yang dioperasikan secara partaian. Temperatur pirolisa dilangsungkan pada 600 oC. Laju pemanasan adalah 5 oC/min. Konversi MMPB yang mereka peroleh adalah 62 % untuk serat dan 13 % untuk tandan kosong sawit. Warna MMPB dari tandan kosong adalah hitam.  Nilai pHnya adalah 3,6.  Kandungan airnya adalah 6,2%. Analisa ultimat MMPB menunjukkan kandungan 68,3% C, 8% H, 21,6% O, 2% N, 0,03% S dan 0,1% Abu. Nilai kalor MMPB dilaporkan sebesarkan 31,44 MJ/kg. 

Jadi, bila dibandingkan dengan bahan bakar cair fosil, MMPB memiliki beberapa sifat yang tidak diinginkan seperti viskositas tinggi, keasaman tinggi, berat molekul tinggi, ketidakstabilan rendah, dan adanya pemisahan fase molekul tinggi pada penuaan. Oleh karena itu, MMPB  membutuhkan proses lanjut untuk stabilisasi dan peningkatan kualitasnya sebelum dapat digunakan sebagai bahan bakar di mesin. Pemisahan fase dianggap sebagai salah satu masalah utama karena merugikan dimana ini terjadi pada penyimpanan, transportasi dan proses peningkatan kualitas. 




3.2         Kinerja pembakaran MMPB

Kajian pembakaran MMPB dilaporkan oleh Gust (1997) dan Oasmaa (2001).  Uji pembakaran ini dilakukan pada boiler. Mereka menyimpulkan pembakaran MMPB di boiler sangat jelak dibandingkan dengan pembakaran minyak diesel fosil. Ini dikarenakan oleh tingginya viskositas MMPB. Perilaku pembakaran berbeda untuk MMPB yang berbeda. Panjang api pembakaran MMPB lebih panjang dibanding minyak diesel fosil. Emisi gas-gas yang berbahaya pada pembakaran MMPB lebih rendah dibanding pembakaran diesel fosil. Burner untuk pembakaran MMPB berbeda dengan burner pembakaran minyak diesel fosil. 




4    Analisa Kinetika Reaksi Pendekatan Reaksi Jamak Pirolisa Biomassa

Pirolisis biomassa adalah proses yang sangat kompleks. Ini  melibatkan banyak reaksi dan produk yang dihasilkan.  Penelitian-penelitian sebelumnya tentang kinetika reaksi pirolisis biomassa telah banyak dipublikasikan dari berbagai pendekatan.  Hasil model-model ini telah  memberikan gambaran yang mendekati dengan proses nyata yang  terjadi pada tungku pirolisis dengan turut memperhitungkan reaksi sekunder  menjadi gas–gas sekunder. 

Mill (2000) membuktikan secara percobaan bahwa konversi menjadi bahan volatil YVY dapat melebihi nilai volatil yang diukur pada analisa proksimat YVM. Perbandingan antara YVY dan YVM  pada pirolisa biomassa disebut sebagai volatile enhancement, VE.  Pada kondisi tertentu, nilai VE dapat melebihi nilai satu.  Bindar (2013) mengembangkan model perkiraan nilai VE dari data-data percobaan dari literatur.  Persamaan model  VE tersebut fungsi eksponensial dari persamaan polinomial ratio temperatur. Persamaan ini model ini ditampilkan seperti berikut 


Pemodelan kinetika reaksi pirolisis biomassa dengan memperhitungkan nilai volatile enhancement dan memberikan persamaan matematika untuk menghitung nilai fraksi masa masing-masing komponen produk pirolisis biomassa, yi. Asumsi reaksi yang terjadi pada tungku pirolisis berlangsung secara serentak dan kompetitif menjadi masing-masing komponen produk gas dan arang. Produk gas bisa terdiri dari senyawa H2O, CO, CO2, CH4, C2H4, C2H6, bio-crude oil berunsur Hdan C, bio-crude oil  berunsur H, C, dan O, bio-crude oil berunsur H,C,O, dan N, dan bio-crude oil  berunsur H, C,O dan S. Asumsi yang digunakan serupa dengan kinetika reaksi bahan teruap dimana setiap reaksi-reaksi yang terjadi merupakan reaksi orde satu. 

Persamaan kinetika kinetika reaksi basis massa padatan dapat dituliskan sebagai









dimana mp adalah massa padatan pada waktu t,  mp,0 adalah massa padatan awal, 1 -  YVM adalah fraksi padatan pada analisis proksimat dan k  adalah   koefisien laju reaksi.  Persamaan di atas dimodifikasi dengan  mengalikan kedua ruas dengan   1/mp,0 dan menghasilkan 








Bila persamaan di atas dibagi dengan , maka persamaan yang dihasilkan menjadi







Berhubung 





Maka persamaan kinetika dirumuskan sebagai berikut 







Jika persamaan di atas dijabarkan secara rinci maka laju reaksi pembentukan bahan teruap merupakan jumlah total laju reaksi masing-masing komponen produk gas dan tar yang terbentuk. Persamaannya dapat ditulis sebagai 


dimana BO1        adalah   Bio-crude oil HC,  BO2  adalah      Bio-crude oil HCO,  BO3  adalah Bio-crude oil HCON dan  BO4 adalah Bio-crude oil HCOS.

Persamaan kinetika masing-masing komponen pada suku kanan Pers (13)  dituliskan kembali dalam bentuk :
dimana  dYi / dt  adalah  laju pembentukan bahan teruap komponen I,  ki    adalah konstanta laju reaksi pembentukan komponen I, YVY     = fraksi massa total komponen volatile, dan i         adalah   komponen  bahan teruap, seperti : H2O, CO, H2, CO2, CH4, C2H4, C2H6, BO1, BO2, BO3, BO4

5         Potensi Indonesia Untuk Produksi Minyak Mentah Pirolisa Biomassa

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memproduksi MMPB ini. Biomassa bukan pangan ditanam secara sengaja sebagai bahan baku untuk produksi MMPB. Teknologi pirolisa yang digunakan adalah teknologi pirolisa yang mampu memproses apapun biomassanya. Teknologi pirolisa yang dikembankan adalah teknologi pirolisa yang sesuai dengan karakteristik pasokan bahan baku biomassa itu sendiri. 

Produktivitas tanah per hektar per tahun dalam menghasilkan biomassa kering (15 % kandungan air) dinyatakan sebagai variabel PBio ton/ha/tahun.  Fraksi konversi pirolisa biomassa menjadi MMPB adalah YMMPB ton MMPB/ton Biomassa. Luas  tanah yang menghasilkan biomassa di atas di Indonesia adalah ABio,I ha. Potensi produksi MMPB di Indonesia per tahunnya MMMPB,I  dinyatakan oleh persamaan

                                          (15)  





Bila 1 kg minyak mentah fosil   memiliki nilai kalor 2,5 kali lebih besar dari nilai kalor 1 kg MMPB, maka produksi MMPB ekivalen minyak mentah fosil per tahunnya MMF,ek diperoleh sebesar 
 





Densiti dari MMPB dapat ditetapkan sebesar 1 kg/l. Nilai 1 barrel adalah 159,6 liter. Potensi produksi MMPB ekivalen barrel minyak fosil pertahun dinyatakan oleh VMF,ek adalah


Berdasarkan persamaan di atas, potensi produksi MMTB dalam barrel ekivalen minyak bumi ditunjukkan oleh Gambar 6.  Potensi Indonesia untuk produksi MMPB ini melebihi  nilai energi minyak yang diproduksi Indonesia sekarang. MMPB akan menempati kontribusi terbesar nantinya dalam menyangga kebutuhan energi minyak dibanding minyak nabati lainya. 


















Kesimpulan 


Minyak mentah pirolisa biomasa merupakan kandidat yang menarik untuk mampu menyangga kebutuhan energi minyak di masa depan.  Teknologi produksinya dapat dikembangkan dari skala laboratorium, skala pilot, skala semi-komersial dan skala komersial. Pengembangan teknologi ini disesuaikan dengan sifat pasokan biomassa. Potensi Indonesia untuk produksi MMPB ini sangat menjanjikan. Prediksi potensi memperlihatkan bahwa angka potensinya jauh melebihi  besarnya produksi minyak bumi Indonesia sekarang. MMPB akan menempati kontribusi terbesar nantinya dalam menyangga kebutuhan energi minyak dibanding minyak nabati lainya. Pengembangan pengolahan hilirnya dalam hal pengilangan MMPB menjadi produk minyak siap pakai nanti sangat diperlukan. Indonesia memiliki semua tentang potensi energi sumber hayati ini.  

 


Referensi

  [1]           Hubbert, M.K., (1946), Energy fromm Fossil Fuels, Science, Vol. 109, No.2825, pp 103-109. http://www.oilcrisis.com/hubbert/science1949/

  [2]           Hubbert, M.K., (1956), Nuclear Energy and Fossil Fuels, Spring Meeting of Southern District Division Production American Petroleum Insitute, San Antonio Texas, March 7-9. www.hubbertpeak.com/hubbert/1956/1956.pdf

  [3]           Hughes, L.  dan  Rudolph, J., (2011), Future world oil production: growth, plateau, or peak?, Current Opinion in Environmental Sustainability 2011, 3:225–234. www.soest.hawaii.edu/GG/FACULTY/ITO/GG410/Peak_Oil/Hughes_Future_Word_Oil_GrowthPlateauPeak_EnvSust11.pdf

  [4]           Bridgwater, A.V., (2012), Review of fast pyrolysis of biomass and product upgrading, Biomass and Bioenergy, Vol.38, pp. 68-94. http://www.sciencedirect.com/science/journal/09619534/38

  [5]           Shuangning Xiu, S. dan Shahbazi, A., (2012), Bio-oil production and upgrading research: A review, Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol. 16, pp. 4406–4414.  www.sciencedirect.com/science/journal/13640321/16/7

  [6]           Isahak, W.N.R.W, Hisham, M.W.M, Yarmo, M.A., dan Hin, T.Y., (2012), A review on bio-oil production from biomass by using pyrolysis method, Renewable and Sustainable Energy Reviews Vol. 16, pp. 5910–5923

  [7]           Bridgwater,  A.V. , (2009), Biomass pyrolysis. In: Bridgwater AV, Hofbauer H, van Loo S. (Eds.). Thermal biomassconversion. CPL Press, 37 – 78, pp. 423 – 429

  [8]           Ogunjobi, J.K,  dan Lajide, L., (2013), Characterisation of Bio-Oil and Bio-Char from Slow-Pyrolysed Nigerian Yellow and White Corn Cobs, Journal of Sustainable Energy & Environment, Vol. 4, pp.77-84.

  [9]           Park, Y., Jeon J., Kim, S. dan Kim, J., (2004), Bio-Oil from Rice Straw by Pyrolysis Using Fluidized Bed and Char Removal System,  Prepr. Pap.-Am. Chem. Soc., Div. Fuel Chem, Vol. 49., No. 2. https://web.anl.gov/PCS/acsfuel/preprint%20archive/Files/49_2_Philadelphia_10-04_1157.pdf

[10]           Bramer, E.A., dan Brem, G., A novel technology for fast pyrolysis of biomass: PyRos reactor, Twente University, P.O.Box 217, 7500 AE Enschede, The Netherlands.                http://infohouse.p2ric.org/ref/35/34254.pdf  

[11]           Khor, K.H.,  Lim, K.O., dan  Zainal, Z.A., (2009), Characterization of Bio-Oil: A By-Product from Slow Pyrolysis of Oil Palm Empty Fruit Bunches, American Journal of Applied Sciences Vol. 6, No. 9, pp. 1647-1652.

[12]           Evans, R., dan Milne, T., (1987),  Molecular characterisation of the pyrolysis of biomass  Energy Fuel, 1, pp. 123–137.

[13]           Jahirul, M.I.,   Rasul,  M.G.,  Chowdhury, A.A., dan   Ashwath, N., (2012), Biofuels Production through Biomass Pyrolysis—A Technological Review, Energies Vol. 5, pp. 4952-5001

[14]           IEA, (2006),  IEA Bioenergy: Task 34, Pyrolysis of Biomass,  Annual Report, International Energy Agency: Paris, France.

[15]           Stals, M., Carleer, R., Reggers, G., Schreurs, S., dan Yperman, J., (2010), Flash pyrolysis of heavy metal contaminated hardwoods from phytoremediation: Characterisation of biomass, pyrolysis oil and char/ash fraction. J. Anal. Appl. Pyrolysis , Vol. 89, pp.22–29

[16]           Fahmi, R., Bridgwater, A., Thain, V.S., Donnison, I., (2007) Prediction of Klason lignin and lignin thermal degradation products by Py-GC/MS in a collection of Lolium. and Festuca. grasses. J. Anal. Appl. Pyrolysis, Vol. 80, pp. 16–23.

[17]           Gust, S., (1997),  Combustion Experiences of Flash Pyrolysis Fuel in Intermediate Size Boilers. In Developments in Thermochemical Biomass Conversion; Bridgwater, A.V., Boocock, D.G., Eds.; Blackie Academic & Professional: London, UK,  pp. 481–488.



  [18]           Oasmaa, A., Kytö, M., Sipilä, K., (2001) Pyrolysis Oil Combustion Tests in an Industrial Boiler. In Progress in Thermochemical Biomass Conversion; Blackwell Science, Oxford, UK, pp. 1468–1481

  [19]           Mill, C. J.,  (2000),  Pyrolysis ofFine Coal Particles at High Heating Rate and Pressure. Sydney, University of New South Wales.

  [20]           Bindar, Y., (2013),  New Correlations for Coal and Biomass Pyrolysis Performance with Coal Biomass Type Number and Temperature. J. Eng. Technol. Sci. , Vol. 45, pp. 275-293.